Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf
Al-Imam al-Barbahari rahimahumallah berkata, “Apabila engkau melihat ada orang yang mendoakan kebaikan untuk penguasa, ketahuilah dia seorang Ahlus Sunnah, insya Allah.”
Al-Imam Fudhail bin Iyadh rahimahumallah berkata, “Sekiranya aku mempunyai doa (yang terkabul), aku tidak akan mengarahkannya kecuali untuk penguasa.”
Seseorang bertanya, “Hai Abu Ali (Fudhail), jelaskan maksud kalimat ini kepada kami semua.”
Al-Imam Fudhail rahimahumallah menjawab, “Jika aku arahkan
pada diriku, kebaikannya tidak akan kembali kecuali kepada diriku. Akan
tetapi, jika aku arahkan kepada penguasa, penguasa itu akan menjadi baik
sehingga baiklah keadaan rakyat dan negara.”
Maka dari itu, kita diperintah mendoakan waliyyul amri dengan
kebaikan serta dilarang mencemooh atau memberontaknya walaupun penguasa
itu zalim dan jahat. Sebab, kezaliman dan kejahatannya kembali kepada
dirinya sendiri, sedangkan kebaikannya selain kembali kepada dirinya
juga untuk seluruh muslimin.” (Syarhu Sunnah)
Di dalam kitab I’tiqad
Ahlus Sunnah, al-Imam al-Isma’ili rahimahumallah mengemukakan
bahwa mereka, Ahlus Sunnah, memandang harusnya mendoakan kebaikan bagi
penguasa dan mendorongnya berbuat adil. Ahlus Sunnah tidak memandang
bolehnya memberontak dengan pedang/ senjata.
Al-Imam ath-Thahawi rahimahumallah mengatakan, “Kami, Ahlus Sunnah, mendoakan kebaikan dan keselamatan untuk waliyyul amri.” (al-Aqidah ath- Thahawiyyah)
Asy-Syaikh al-Allamah Shalih al-Fauzan menambahkan catatan penting atas apa yang telah dikemukakan al-Imam ath-Thahawi rahimahumallah di atas.
Beliau berkata, “Kami, Ahlus Sunnah, senantiasa berdoa kepada Allah Subhanahu wata’ala agar Allah Subhanahu wata’ala mengembalikan waliyyul amri kepada kebenaran dan meluruskan kesalahan yang ada pada mereka. Kami mendoakan kebaikan untuk mereka.
Sebab, kebaikannya adalah kebaikan untuk kaum muslimin dan
petunjuknya adalah petunjuk bagi kaum muslimin. Kemanfaatan yang
ditimbulkannya pun akan meluas dan dirasakan oleh semua pihak. Ketika
Anda berdoa kebaikan
untuk mereka, secara otomatis berdoa untuk kebaikan kaum muslimin.” (Ta’liq ala ath-Thahawiyyah)
Samahatul Allamah Ibnu Baz rahimahumallah berkata, “Sebagai bentuk tuntutan dari bai’at (janji setia) adalah menyampaikan nasihat kepada waliyyul amri. Salah satu bentuk nasihat itu ialah mendoakan waliyyul amri agar mendapatkan taufik, hidayah, dan kebaikan dalam hal niat dan amal, serta diberi pendamping yang baik.” (ad-Dur al-Mantsur)
Menggunjing & Membicarakan Kejelekan Waliyyul amri, Ciri Ahlul Bid’ah
Al–Imam Ibnul Jauzi rahimahumallah menyebutkan dalam kitab Adab al- Hasan al-Bashri, al-Hasan Basri rahimahumallah
mendengar seseorang membicarakan kejelekan pemerintah lantas mengajak
melakukan pemberontakan kepada al- Hajjaj (seorang penguasa yang zalim).
Al-Imam al-Hasan Bashri rahimahumallah berkata, “Jangan engkau lakukan itu, semoga Allah Subhanahu wata’ala
merahmatimu. Sesungguhnya kalian diberi pemimpin itu dari kalangan
kalian sendiri. Kami khawatir, jika al-Hajjaj lepas dari kursi
kepemimpinannya atau mati, yang menggantikannya justru dari bangsa kera
dan babi (Yahudi dan Nasrani).”
Al-Allamah al-Fauzan hafizhahullah menegaskan, “Tidak boleh menjelekjelekkan atau menggunjing waliyyul amri. Sebab, hal ini berarti pemberontakan secara maknawi layaknya pemberontakan menggunakan pedang. Yang wajib adalah mendoakannya agar mendapatkan kebaikan dan petunjuk.”
Inilah ajaran Ahlus Sunnah wal Jamaah. Apabila Anda mendapati ada
orang yang menjelek-jelekkan dan menggunjing waliyyul amri, ketahuilah
bahwa orang itu sesat akidahnya dan tidak berada di atas manhaj salaf.
Sebagian orang menganggap membicarakan kejelekan dan memberontak kepada
waliyyul amri adalah bentuk kecemburuan dan benci karena Allah Subhanahu wata’ala.
Akan tetapi, hal itu sebenarnya adalah kecemburuan dan kebencian yang
tidak pada tempatnya. Sebab, jika pemberontakan itu berhasil
menggulingkan waliyyul amri, terjadilah berbagai kerusakan.” (Ta’liq ala
ath- Thahawiyyah)
Wallahu a’lam.
0 comments:
Posting Komentar